K.H. Abdullah Gymnastiar
Salam sejahtera kepada penghulu segenap
makhluk yang paling mulia, rakhmat bagi semesta alam, manusia paling sempurna,
paling suci, dan penyempurna revolusi zaman, dialah Muhammad SAW. Dialah nabi
paling pemurah, paling peramah, penuh kharisma dan kewibawaan, kesantunan,
serta bergelar khatamul anbiya. Dialah jalan terang bagi gelapnya kehidupan
dengan kesemarakan akhlaknya yang mulia, itulah puncak dari kebesaran dan
kesempurnaannya sehingga beroleh gelar Al Amin (yang dipercaya).
Berkaitan dengan keagungan nabi ini, Sayyid
Hussein Nasr seorang cendekiawan muslim terkemuka menulis, "Makhluk yang
paling mulai ini (Muhammad SAW) juga dinamakan Ahmad, Musthafa, Abdullah,
Abul-Qasim, dan juga bergelar Al Amin—yang terpercaya. Setiap nama dan gelar
yang dimilikinya mengungkapkan suatu aspek wujud yang penuh berkah. Ia adalah,
sebagaimana makna etimologis yang dikandung dalam kata Muhammad dan Ahmad, yang
diagungkan dan dipuji; ia adalah musthafa (yang terpilih), abdullah (hamba
ALLOH yang sempurna) dan terakhir, sebagai ayah Qasim. Ia bukan hanya Nabi dan
utusan (rasul) ALLOH, tetapi juga kekasih ALLOH dan rahmat yang dikirimkan ke
muka bumi, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran, "Dan tidaklah kami
utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam." (Q.S. Al
Anbia [21]:107).
Ungkapan keagungan ini tidaklah berlebihan
karena ALLOH Azza wa Jalla pun memuji beliau, bahkan senantiasa bershalawat
kepadanya, firman-Nya, "Sesungguhnya ALLOH dan para malaikat-Nya
melimpahkan shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, sampaikanlah
shalawat dan salam kepadanya." (Q.S. Al Ahzab [33]:56). Demikianlah ALLOH
dan para malaikat bershalawat kepadanya, seharusnya apatah lagi kita sebagai
makhluk kecil yang tiada berdaya ini.
Disamping bershalawat ternyata penghormatan
kepada Rasulullah SAW memiliki etika tersendiri. Tidak cukup hanya bershalawat
saja, karena yang terpenting adalah kita harus yakin benar bahwa Rasulullah
adalah suri tauladan sepanjang zaman. Jikalau kita ikut dalam tuntunan beliau
insya ALLOH akan selamat dunia dan akhirat.
ALLOH SWT menjelaskan dalam firman-Nya, "Dan
sesungguhnya Rasul ALLOH itu menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu dan
untuk orang yang mengharapkan menemui ALLOH di hari kemudian dan yang
mengingati ALLOH sebanyak-banyaknya." (Q.S. Al Ahzab [33]: 21). Seakan
ayat ini menyatakan bahwa tidak usah kita melakukan apapun kecuali ada
contohnya dari Rasulullah.
Ketika misalnya, rumah tangga keluarga kita
berantakan, maka solusi terbaiknya adalah dengan mencontoh Rasul dalam
mengemudikan bahtera rumah tangganya. Subhanallah, siapapun yang mampunyai
referensi Rasulullah dalam perilaku sehari-harinya, maka hidupnya seperti
seorang yang punya katalog yang sangat mudah di akses, segalanya serba
tertuntun.
Begitu pentingnya tauladan ini. Itulah
sebabnya mengapa P4 gagal di Indonesia? Padahal dimana-mana dilakukan
penataran, berbagai metode dan pola digunakan, biaya pun keluar miliaran
rupiah, tapi mengapa tidak berhasil merubah pola pikir masyarakat? Jawabannya
mudah saja, menurut yang saya pahami dari Dr. Ruslan Abdul Ghani yang
menyatakan bahwa salah satu penyebab utamanya adalah karena tidak ada
contohnya. Siapa sekarang orang Indonesia yang paling Pancasilais sehingga
layak ditauladani perilakunya? Belum ada!
Sayangnya kita jarang menyempatkan diri
untuk mempelajari bagaimana perilaku Rasulullah SAW yang sebenarnya. Karenanya
jikalau Pesantren Daarut Tauhiid saat ini dianggap sedang "naik
daun", maka sama sekali bukan karena ide cemerlang seseorang, hakikatnya
karena pertolongan ALLOH Azza wa Jalla dengan syariat mengamalkan sebagian dari
tuntunan Rasulullah SAW yang diaktualisasikan dan dikemas sedemikian rupa.
Jadi, apatah lagi bagi orang-orang yang mampu mengaplikasikan semua yang telah
Rasul tuntunkan, hasilnya tentu akan jauh lebih luar biasa lagi.
Oleh karena itu, bagi sahabat yang
dikaruniai kesempatan menjadi guru dan mengharapkan dicintai dan dihormati
muridnya, tidak membosankan murid ketika mengajar dikelas, proses
belajar-mengajar menjadi efektif, serta para muridnya menjadi cerdas dan
berpikiran maju, maka contohlah Rasul dalam mengajar. Bagaimana cara Rasul
mengajar? Ternyata Rasulullah mengajar dengan penuh kelembutan, kasih-sayang,
dan sangat ingin para sahabatnya menjadi maju.
Jikalau anda seorang manager perusahaan
atau pejabat di sebuah instansi pemerintahan, maka yang harus dipikirkan adalah
bagaimana agar bisa sukses dengan tetap mengikuti tuntunan Rasulullah? Ternyata
Rasulullah SAW dalam berorganisasi itu rendah hati, lembut perangainya, senang
bertukar pikiran, selalu meminta ide, saran, dan koreksi dalam bermusyawarah.
Adapun bagi pemuda yang ingin dicintai,
disukai, penuh pesona, melimpah kharismanya, maka pelajari bagaimana pribadi
Rasul. Para sahabat seperti halnya Imam Ali ternyata juga meneladani Rasulullah
SAW. Nampaknya jikalau kita berat menghadapi hidup ini, maka pertanyaannya
adalah sampai sejauh mana kita mampu meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi
Rasulullah SAW?
Demikian penting arti sebuah tauladan atau
penuntun bagi kehidupan seseorang. Karenanya siapapun akan sengsara atau bahkan
tersesat jikalau tidak pernah meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi
Rasulullah SAW. Dialah penuntun kita dari kesesatan dan gelapnya kehidupan.
Seperti halnya sebuah kejadian yang semoga
dengan diungkapkannya di forum ini ada hikmah yang bisa diambil. Kejadiannya
adalah dari penuturan seorang mubaligh asal Bandung. Ketika itu ia diundang
bertabligh di suatu tempat di Tasikmalaya. Berangkatlah ia naik mobil bersama
penjemputnya. Penjemput sebagai penunjuk arah di depan satu mobil dan sang
mubaligh mengikuti di belakang dengan mobil lain.
Beberapa jam perjalanan lancar-lancar saja,
sayangnya setelah beberapa saat sampai di wilayah Tasik, penunjuk arah memacu
kendaraannya lebih cepat sehingga mobil sang mubaligh tertinggal jauh di
belakang. Cerita selanjutnya mudah ditebak, sang mubaligh pun tersesat. Belok
kiri tidak ketemu, belok kanan masuk pasar, waktu pun berlalu sia-sia, hatinya
bahkan sudah mulai gelisah tidak menentu.
Nampaklah betapa sengsaranya orang yang
tersesat, waktu dan tenaganya terbuang percuma, tujuan tidak menentu, perasaan
pun tidak enak, bahkan sebentar-sebentar harus tanya sana-tanya sini, sungguh
merepotkan. Demikianlah kegelisahan akan makin akrab dengan orang-orang yang
kehilangan penuntun dalam hidupnya.
Bayangkan saja andaikata kita tidak punya
penuntun, tidak punya penunjuk arah, lalu kita berjalan menuju suatu tempat
yang belum diketahui sebelumnya, pastilah tidak akan menentramkan perjalanan
tersebut. Tapi jikalau penuntun, arah, dan tujuannnya jelas, maka langkah kita
akan mantap dan hati pun senantiasa disaputi ketentraman. Dan Rasulullah SAW
adalah penuntun dan panutan kita sepanjang zaman.***
No comments:
Post a Comment