Beranda

Bilakah Hati Berpenyakit ?



1. Mencermati Qalbu

Sesungguhnya beruntung benar orang-orang yang selalu berusaha mengamati kondisi qalbunya. Adakah ia sedang sehat, sakit, atau malah sudah mati ? Mungkinkah seseorang hatinya mati ? Di antara ciri-ciri hati yang mati adalah tidak lagi merasa sedih dan susah ketika tertinggal dalam melakukan suatu amal kebaikan. Sebaliknya, tidak merasa duka dan menyesal ketika berbuat suatu kemaksiatan dan kemungkaran.
Lain lagi kalau seseorang memiliki hati yang sehat. Imam Syafi’i pernah menggambarkan hati yang bersih dengan perumpamaan gelas yang bening yang berisi air bening. Andai masuk ke dalamnya sebutir debu saja, niscaya akan tampak jelas kelihatan dari luar gelas. Mudah melihatnya, mudah pula mengambilnya.
Semakin bersih dan jernih keadaan hati seseorang, tergelincir melakukan maksiat sedikit saja akan mudah berguncang hatinya. Serta-merta ia merasakan kekecewaan dan penyesalan, mengapa sampai lalai dari berlindung kepada Allah ? Dan selanjutnya, akan mudah pula untuk segera bertaubat dan berjanji lebih berhati-hati lagi agar maksiat serupa tidak terulang kembali.

Tentu sangat berbeda dengan orang yang hatinya sakit. Ia tak ubahnya dengan gelas yang kusam berisi air yang keruh. Jangankan masuk sebutir debu ke dalamnya, meski paku payung, jarum, silet, atau patahan cutter sekalipun tidak akan tampak terlihat.
Orang yang hatinya sangat kotor hampir dapat dipastikan tidak akan peka terhadap aneka perilaku maksiat yang pasti membuahkan dosa. Bahkan bila pun suatu ketika terjerumus ke dalam maksiat yang amat buruk dan durjana, akan sangat mungkin ia tidak merasakannya sebagai perbuatan dosa, sehingga tentu saja, tidak akan pernah membuahkan kekecewaan apalagi penyesalan. Itulah bukti betapa ruginya orang yang memiliki hati yang sakit. Lebih-lebih lagi orang yang hatinya mati. Na’udzubillah !
Allah mengingatkan kita dalam hal ini, melalui firman-Nya yang artinya: “…. Allah hendak menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang dalam dada (isi hati).” (QS Ali Imran [3] : 154). Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang merasa senang dengan amal kebaikannya dan merasa sedih, kecewa, serta menyesal dengan perbuatan jeleknya, maka ia adalah seorang yang beriman.”
Artinya apa ? Artinya, riak-riak perubahan yang menimpa qalbu itu, tidak bisa tidak, adalah gambaran yang nyata dari kokoh atau rapuhnya iman seorang hamba Allah. Manakala seseorang merasakan betapa pekanya ia dalam menyikapi suatu kejadian ataupun menata niat ketika timbul suatu keinginan atau rencana-rencana, sehingga sekuat-kuatnya ingin menghindar dari meniati keinginan dan rencana yang remeh dan berbau hawa nafsu, maka tidak diragukan lagi, itulah isyarat dan bukti bahwa orang itu tengah memiliki iman yang kokoh.
Sebaliknya, manakala kepekaannya mulai menipis, yang berakibat perlahan tapi pasti mulai ‘menenggang rasa’ sikap, perbuatan, atau perkataan yang sia-sia, maka berhati-hatilah. Boleh jadi ini merupakan isyarat awal bahwa iman itu mulai terkikis pelan-pelan. Sebab, bila ia sudah gemar dan bahkan menikmati segala yang berbau sia-sia, langkah selanjutnya hampir dapat dipastikan akan ‘menenggang rasa’ pula aneka maksiat yang kecil dan remeh. Terus berlanjut, hingga tak ada lagi getaran sesal di hati manakala mulai tergelincir ke dalam kubangan maksiat yang lebih besar. Bila sudah demikian, waspadalah, itu isyarat dan bukti yang amat jelas imannya sedang rapuh dan centang perenang.

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment